Serasinews.com,Malalak- 27 November 2025 – Dentuman deras air bah dari perbukitan Malalak pada Rabu sore mengubah Jorong Toboh, Nagari Malalak Timur, menjadi puing-puing. Dalam hitungan menit, arus deras membawa lumpur, kayu, dan reruntuhan rumah, memutus jalan, dan merenggut nyawa.

Hingga Kamis pagi, dua warga ditemukan meninggal, sementara satu orang masih hilang, terbawa pusaran air bercampur lumpur dan gelondongan kayu. Identitas para korban belum bisa dipastikan karena akses ke lokasi masih sangat terbatas.

“Data yang masuk sangat minim. Kami benar-benar terjebak di posko pengungsian Campago karena akses hampir semuanya terputus,” ujar Camat Malalak, Ulya Satar, dengan suara berat.

Arus Coklat yang Menghantam Tanpa Ampun

Banjir bandang terjadi sekitar pukul 16.00 WIB. Langit tampak normal, namun debit air di hulu meningkat drastis. Apa yang turun bukan air biasa—coklat pekat, sarat lumpur dan kayu, menyeret rumah-rumah dan segala yang dilewatinya.

Sekitar 70 kepala keluarga harus mengungsi, meninggalkan rumah yang kini tertimbun lumpur atau rusak berat.

Pengungsian Terhambat, Akses Lumpuh

Informasi dari grup warga Malalak Membangun menyebutkan ada empat titik pengungsian: Masjid Nurul Falah Limo Badak, Masjid Nurul Sa’adah Jorong Saskand, Masjid Nurul Iman Jorong Bukik Malanca, dan SDN 01 Campago.

Namun akses ke lokasi-lokasi tersebut sulit. Banyak jalur tertutup lumpur dan pohon tumbang. Jalur dari Malalak Barat ke Malalak Utara tertutup longsor, sedangkan jembatan penghubung Malalak Barat–Selatan putus terbawa arus sungai. Jalur ke Balingka sudah terputus sejak 25 November, sehingga rute tersisa hanya Sicincin – Tandikek – Malalak, dengan medan licin dan rawan longsor susulan.

Warga Bertahan di Posko Pengungsian

Di posko, kebutuhan dasar mulai menipis. Bahan pangan, susu bayi, diapers, pembalut, selimut, dan pakaian layak menjadi kebutuhan paling mendesak. Listrik padam sejak Selasa, membuat anak-anak dan bayi bertahan dalam gelap dengan lampu darurat seadanya. Beberapa warga harus mencari sinyal di tebing untuk mengabari keluarga: suara mereka menjadi tanda “Kami masih di sini.”

Menanti Bantuan, Menjaga Harapan

Banjir bandang Malalak menjadi pengingat rapuhnya permukiman di lereng sungai. Saat ini warga berharap bantuan logistik, alat berat, dan evakuasi korban hilang segera datang. Meski kondisi berat, harapan tetap menyala—tipis namun kuat, seperti lampu minyak yang menolak padam di tengah hujan badai.

(Rini/Mond)
#BanjirBandang #Malalak
#SumateraBarat #Peristiwa
#BencanaAlam