Sunyinya Malam; Malam Yang Tak Bersuara
Serasinews.com,-Malam datang tanpa suara. Ia menutup hari dengan lembut, membawa gelap yang perlahan menelan sisa cahaya senja. Di antara bisingnya siang yang baru saja berlalu, malam menjadi tempat segala hal kembali tenang. Di sinilah, kesunyian berbicara dengan cara yang hanya bisa dipahami oleh hati yang mau mendengarkan.
Angin berhembus perlahan, menyentuh dedaunan yang bergoyang malas. Di kejauhan, suara jangkrik terdengar seolah menjadi satu-satunya musik alam yang tersisa. Lampu-lampu kota berkelip seperti bintang yang turun ke bumi, menerangi jalan-jalan yang mulai sepi. Dunia seakan berhenti sejenak — memberi ruang bagi manusia untuk berpikir, merenung, atau sekadar beristirahat dari hiruk-pikuk kehidupan.
Kesunyian malam bukan selalu tentang sepi. Ia bisa menjadi ruang untuk menemukan diri. Saat tidak ada lagi suara lain, kita mendengar gema pikiran sendiri. Rindu yang ditahan, penyesalan yang disembunyikan, atau harapan yang diam-diam tumbuh — semuanya bermunculan di bawah langit malam yang luas. Di sinilah, kejujuran hati sering kali muncul tanpa disuruh.
Bagi sebagian orang, malam adalah waktu yang menakutkan. Namun bagi yang mengerti, malam justru sahabat yang paling setia. Ia tak pernah bertanya, tak pernah menuntut, hanya menemani dalam diam. Ia mengajarkan bahwa tidak semua keheningan itu kosong; ada makna di dalamnya, ada kedamaian yang sulit ditemukan di tengah riuhnya siang.
Dan ketika fajar perlahan menyingsing, kesunyian itu tak benar-benar hilang — hanya bersembunyi, menunggu malam berikutnya. Karena pada akhirnya, sunyi bukan musuh. Ia adalah jeda yang diperlukan agar hidup tetap seimbang.
(**)

