Serasinews.com, Kepulauan Mentawai — Tim gabungan penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) resmi menetapkan IM (29), Direktur Utama PT BRN, sebagai tersangka utama dalam kasus illegal logging terbesar di Sumatera Barat dalam beberapa tahun terakhir. IM diduga menjadi pengendali operasi pembalakan liar yang telah menjarah ribuan batang kayu bernilai tinggi dari kawasan hutan produksi Mentawai sejak 2022.

Modus Canggih: Penebangan Liar dan Dokumen yang Disulap Legal

Penyidik mengungkap bahwa PT BRN menjalankan operasi terstruktur dengan sejumlah pola pelanggaran, antara lain:

Menebang di luar wilayah izin usaha, termasuk pada kawasan hutan produksi yang tidak tercantum dalam izin.

Memalsukan dokumen SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan) agar kayu ilegal tampak berasal dari lokasi legal.

Menyiapkan jaringan distribusi antar-pulau yang telah dirancang sejak awal untuk memuluskan peredaran kayu.

“Ini bukan sekadar pelanggaran izin, tetapi kejahatan kehutanan yang terorganisasi dan berlangsung lama,” ungkap salah satu sumber penegak hukum.

Ratusan Kayu dan Puluhan Alat Berat Disita

Operasi penindakan oleh Satgas PKH dan Gakkum KLHK dilakukan dari titik penebangan hingga jalur pengangkutan laut. Hasilnya, aparat menyita:

17 alat berat (ekskavator dan bulldozer)

9 truk logging

2.287 batang kayu di Mentawai

1 tugboat dan 1 tongkang di Pelabuhan Gresik

1.199 batang kayu bulat di dalam tongkang tersebut

Temuan ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas PT BRN tidak hanya terkonsentrasi di Mentawai, tetapi sudah masuk ke jalur distribusi di luar Sumatra.

Kerugian Sementara: Rp447 Miliar

Melalui pernyataan resmi @Gakum Kehutanan, KLHK menyebut bahwa nilai awal kerugian negara dan kerusakan ekosistem mencapai Rp447 miliar. Angka ini dihitung dari nilai tegakan kayu, dampak ekologis, serta hilangnya potensi penerimaan negara.
Penyidik menegaskan bahwa jumlah tersebut masih dapat bertambah, seiring terbukanya blok operasi dan jalur distribusi lain.

Penegakan Hukum Menyeluruh dari Hulu ke Hilir

KLHK menyatakan bahwa penanganan kasus ini merupakan bagian dari strategi penegakan hukum yang tidak hanya menjerat pelaku lapangan, tetapi juga struktur perizinan dan distribusi. Langkah yang ditempuh meliputi:

Penerapan pidana untuk korporasi dan para pengendali

Audit dan penertiban perizinan PBPH

Penguatan pengawasan distribusi kayu melalui digitalisasi dokumen

Penindakan terhadap pihak yang memanipulasi SKSHH

“Kejahatan kehutanan bukan hanya soal tebang di lapangan. Yang paling rawan justru pada dokumen dan distribusi,” tegas pejabat KLHK.

Jejak Uang Ditelusuri: Berpotensi TPPU

Penyidik membuka peluang penerapan pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). Indikasi awal menunjukkan adanya aliran dana tidak wajar dari perusahaan serta dugaan penggunaan rekening-rekening terafiliasi.
Jika TPPU diterapkan, penyidik dapat menelusuri dan menyita:

Aset pribadi pengendali PT BRN

Aset perusahaan terkait

Transaksi lintas daerah dan pihak

Sumber pendanaan kegiatan pembalakan

Fase Baru Penindakan di Mentawai

Kasus PT BRN dinilai sebagai momentum penting dalam upaya pemberantasan illegal logging di Sumatera Barat—wilayah yang sejak lama menghadapi tekanan serius terhadap kawasan hutan.
Dengan telah ditetapkannya IM sebagai tersangka, penyidik diperkirakan segera memanggil pihak-pihak lain yang diduga terlibat, termasuk pemilik modal, kontraktor alat berat, pejabat teknis, serta pemegang PBPH.

Penegakan hukum ini menjadi sinyal tegas bahwa pemerintah tidak lagi memberikan ruang bagi praktik pembalakan yang merusak hutan dan ekosistem unik Mentawai, salah satu kawasan dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di Indonesia.

(Rini/Mond)
#Hukum #PembalakanHutanMentawai #KLHK