Serasinews.com, MEDAN — Bantuan kemanusiaan yang sempat terhenti akibat polemik administratif akhirnya menemukan jalur distribusinya. Sebanyak 30 ton beras dari NGO Bulan Sabit Merah Uni Emirat Arab (UEA) kini mulai disalurkan kepada warga terdampak banjir dan longsor di Sumatera Utara dan Aceh melalui jaringan kemanusiaan Muhammadiyah.
Penyaluran bantuan tersebut ditandai dengan seremoni pelepasan di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jalan SM Raja No.136 Medan, Senin. Dari total bantuan, 25 ton diperuntukkan bagi wilayah Sumatera Utara, sementara 5 ton lainnya dikirim ke Aceh, daerah yang hingga kini masih menghadapi keterbatasan akses akibat bencana.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, Prof. Hasyimsyah Nasution, menegaskan bahwa Muhammadiyah siap menjadi jembatan kemanusiaan yang memastikan bantuan sampai langsung ke masyarakat. Ia menyebut penyaluran ini sebagai wujud kepercayaan terhadap kapasitas Muhammadiyah dalam penanganan bencana.
Menurutnya, respons Muhammadiyah terhadap bencana dilakukan secara terintegrasi melalui konsep One Muhammadiyah One Response, di bawah koordinasi Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan Lembaga Resiliensi Bencana (LRB).
Penanganan bencana dilaksanakan dalam tiga tahap, mulai dari tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekonstruksi yang direncanakan dimulai pada Februari 2026.
Wakil Ketua MDMC PP Muhammadiyah, Indrayanto, menyampaikan bahwa sejak awal bencana, Muhammadiyah telah aktif di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Sebanyak 24 pos layanan didirikan di 20 kabupaten dan kota, dengan total penerima manfaat mencapai 14.318 jiwa.
Dalam operasionalnya, MDMC mengerahkan 655 relawan, termasuk tenaga medis dari 14 Rumah Sakit Muhammadiyah yang tergabung dalam 42 tim Emergency Medical Team (EMT). Layanan yang diberikan mencakup kesehatan, logistik, air bersih, dapur umum, layanan psikososial, pendidikan darurat, serta hunian sementara.
Selain bantuan beras, Muhammadiyah juga menyalurkan dukungan tambahan dari LazisMU, berupa paket Family Kids yang difokuskan bagi anak-anak korban bencana.
Ketua PW Muhammadiyah Aceh, Abdul Malik Musa, yang menerima bantuan secara simbolis, menyebut bencana di Aceh sebagai “tsunami darat” karena dampaknya yang luas akibat longsor dari wilayah pegunungan. Ia mengungkapkan bahwa Bener Meriah dan Aceh Tengah masih terisolasi, sehingga distribusi bantuan menjadi tantangan tersendiri.
Sebelumnya, bantuan ini sempat menjadi polemik setelah dikembalikan oleh Pemerintah Kota Medan, karena dianggap sebagai bantuan antar-pemerintah. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian kemudian meluruskan bahwa bantuan tersebut berasal dari NGO Bulan Sabit Merah UEA, bukan dari Pemerintah UEA, sehingga sah untuk disalurkan melalui lembaga kemanusiaan nasional.
Kini, polemik tersebut berakhir. Bantuan telah bergerak menuju wilayah terdampak, membawa lebih dari sekadar logistik. Di tengah keterbatasan dan isolasi, beras-beras itu menjadi simbol bahwa solidaritas kemanusiaan tetap menemukan jalannya — melampaui batas administrasi, menuju kebutuhan paling mendasar: keberlangsungan hidup para korban bencana.
(L6)
#PolemikBantuanAsing #Nasional
#Muhammadiyah


Posting Komentar