Aceh Afif Maulana Agam AIDS Aipda Dian WR Aksibersihpantai Aleknagari Amak Lisa anthropophobia Antikorupsi Apelsiaga Apeltanggapbencana Arif maulana Arosuka Artikel Artis Minang balapliar Bali Balikpapan Bandung bansos banten Banyuwangi Bapenda Batam BBM bencana Bencana alam BMKG BNNsumbar Box Redaksi bukit sitinurbaya Bukittinggi BWSS V padang Calon Bupati cemburubuta Cikampek Cikarang cuacapanasekstrem curanmor danabos Dandrem 032 WBR Denpasar Depok Dharmasraya Dinas sosial dinassosial dinassosialpadang Dirlantas Dirlantas Polda Sumbar DirlantasPoldaSumbar DPRD Padang DPRDpadang dubalangkota Evakuasi festival sepakbola Filipina gangguanhormon gaya hidup gempa gerakcepatdinsos gorontalo Gresik gurbernurriaukenaottkpk Haripahlawan Harisumpahpemuda HIV Hot New hukum HUT Humaspolri ke 74 Indonesia Indonesia. indonesiamaju infrastruktur Intan jaya Internasional irigasi Jakarta Jakarta Selatan Jambi Jawa Tengah Jayapura Jayawijaya Jogyakarta jurnalis Kabupaten Agam kabupaten dharmasraya Kabupaten Solok KAI Sumbar Kakorlantas kapolres kapolressijunjung Kapolri kasat narkoba keamanan kebakaran kecamatankototangah kecelakaan kegiatanrutin kejaripesel kekerasan kelangkaanBBM kelangkaansolar kementriankebudayaan kendaraan Kesehatan keselamatan bersama keselamatan kerja kesiapsiagaan kesunyian malam ketertiban umum Kiwirok Kodim 0307 Tanah Datar komplotanganjalATM Korem 032/WB Korpolairud korupsi Kota Padang KPK Kriminal Lampung Lembang Leonardy life style lifestyle Lima Puluh Kota lingkungan lombok timur Madiun Magelang Makan Bergizi Gratis Makasar manila Medan mentalhealth Mentawai Mimika MTsN10pesisirselatan mutilasibayi nagarisolokambah nagarisulitair narkoba Narkotika Nasional ngaraisianok NTT odgj Oksibil olahraga Opini oprasitumpasbandar2025 OTTKPK PADA Padang Padang panjang Padang Pariaman PadangRancak Pahlawannasional pajak air tanah Palimanan pandekarancak Papua parenting Pariaman Pasaman Pasaman barat pasamanbarat pasang pasarrayapadang Pasuruan Payakumbuh PDAM Pekanbaru pelayananhumanis pelayanansosial Pembunuhan pemerasan Pemko Padang pencabulan Pendidikan penegakanhukum penemuanbayi penemuanmayat Pengancaman penganiayaan Perceraian peristiwa peristiwadaerah perlindungananak pertahanan Pesisir Selatan Peti PKL Polda banten Polda Jabar Polda Kalbar Polda Metro Jaya polda Papua POLDA SulBar POLDA SUMBAR Poldasumbar Policegoestoscool Politik polPP polres Polres 50 kota Polres Dharmasraya Polres Mentawai Polres Padang panjang Polres Pasaman Polres Pasaman Barat Polres Solok Polres solok selatan polrespasaman polrespasamanbarat polrespasbar polrespesel Polresta bukittinggi Polresta Padang polrestapadang POLRI PolriPresisi Polsek bungus barat Polsek Koto Tangah Padang Polsek Lubeg Pontianak premanisme Presiden RI psp padang Puncak jaya Purwakarta jawabarat QuickWins Razia Riau sabu Sarkel satgasoprasidamai satlantaspolresta SatpolPP Sawahlunto Sawmil segmen sianok seherman Semarang semenpadang sepakbola sepakbolaindonesia Serang Sijunjung sikat singgalang2025 silent treatment simulasibencana siswismptewassaathiking sitinjaulauik Skoliosis SMA1pulaupunjung sobatlalulintasrancakbana solok Solok selatan solokarosuka solokselatan solsel Sosialisasi SPBUganting SPPG Strongpoint subsidi ilegal sukabumi Sulawesi Tenggara Sumatera Barat SumateraBarat Sumatra barat Surabaya swasembadapangan tambangilegal Tanah datar tanahdatar tanggapdarurat tawuran Terbaru Ternate Timika Papua timklewang TNI Transformasi polri transpadang transportasi tsunamiDrill Uin UIN IB Padang Utama Yalimo Yogyakarta Yuhukimo

Mahdiyal Hasan:Mutilasi Septia Adinda, Dugaan Kejahatan Terorganisir,Hukum Diuji di Tengah Luka yang Terbuka


Padang — Dalam dunia hukum pidana, setiap tindakan kejahatan bukan sekadar soal siapa pelaku dan siapa korban. Tapi juga tentang bagaimana sistem merespons, seberapa cepat keadilan bisa ditegakkan, dan apakah negara hadir secara utuh dalam menjaga rasa aman masyarakat. Itulah yang ditekankan oleh praktisi hukum Mahdiyal Hasan, S.H., M.H., ketika dimintai tanggapan terkait kasus pembunuhan disertai mutilasi terhadap Septia Adinda (25), perempuan muda asal Batang Anai.

Kasus ini, yang melibatkan tersangka Satria Juhanda alias Wanda (26), bukan sekadar peristiwa kriminal biasa. "Ini adalah krisis moral yang mencuat ke permukaan karena kelemahan deteksi dini terhadap potensi kejahatan, dan mungkin juga karena sistem hukum yang terlalu percaya pada narasi tunggal," ujar Mahdiyal saat dihubungi pada Senin  (23/6/2025).

Ada Indikasi Kuat Tindak Pidana Terorganisir

Menurut Mahdiyal, tindakan Wanda yang memutilasi korban menjadi sepuluh bagian lalu membuangnya ke aliran Sungai Batang Anai bukan hanya sadis dan sistematis, tapi juga terorganisir. Hal ini menyiratkan bahwa bisa jadi pelaku tidak bekerja sendiri.

"Dalam praktik penyidikan pidana, kita mengenal yang namanya actus reus, yaitu perbuatan fisik kejahatan. Nah, dalam kasus ini, untuk melakukan mutilasi rapi seperti itu, di tempat terbuka seperti pabrik batu bata, mustahil dilakukan seorang diri tanpa risiko terpantau atau tanpa alat bantu serta pengetahuan teknis tertentu," tegas Mahdiyal.

Ia juga menyoroti konteks tempat kejadian perkara (TKP), yakni pabrik batu bata tempat Wanda bekerja sebagai petugas keamanan. Menurutnya, tempat kerja itu bukan sekadar lokasi acak, tapi bisa jadi merupakan ruang yang sudah dipetakan pelaku untuk memudahkan aksi dan menutupi jejak.

Pasal-Pasal yang Mungkin Dikenakan dan Konstruksi Hukum

Dalam konteks hukum pidana Indonesia, Wanda dapat dikenai Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, yang ancamannya adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup. Namun, bila terbukti ada pelaku lain yang turut membantu atau mengetahui tapi tidak melapor, maka ada potensi jeratan pasal tambahan:

Pasal 55 KUHP: Mereka yang turut serta melakukan.

Pasal 56 KUHP: Mereka yang membantu kejahatan.

Pasal 221 KUHP: Menyembunyikan pelaku kejahatan.

Pasal 181 KUHP: Tidak melapor padahal mengetahui terjadi tindak pidana berat.

"Jangan kita lupa bahwa hukum tidak hanya menghukum pelaku utama. Dalam sistem peradilan pidana, setiap yang memiliki peran—baik itu aktif, pasif, ataupun oportunistik—harus dimintai pertanggungjawaban," papar Mahdiyal.

Kebutuhan Audit Forensik dan Investigasi Independen

Mahdiyal menyarankan agar penyidikan dilakukan tidak semata-mata berdasarkan pengakuan Wanda, melainkan dibangun di atas audit forensik yang kuat, termasuk uji DNA pada benda-benda di TKP, rekonstruksi waktu, serta jejak digital komunikasi terakhir korban.

"Jangan hanya puas pada pengakuan pelaku. Dalam praktik hukum kita, banyak kasus justru mengambang karena penyidik berhenti di titik yang mereka anggap ‘cukup’. Padahal keadilan tidak cukup bila ada aktor lain yang bebas berkeliaran," ujar Mahdiyal.

Ia juga menyinggung perlunya pengawasan dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) untuk menjamin saksi-saksi berani buka suara. Terlebih dalam kasus yang sudah viral dan menyita perhatian publik, tidak tertutup kemungkinan adanya tekanan atau intimidasi kepada pihak-pihak tertentu.

Pentingnya Ilmu Psikologi Forensik

Mahdiyal Hasan juga menyoroti sisi manipulatif pelaku yang sempat ikut dalam pencarian korban. "Ini bukan pertama kali pelaku bertindak di luar dugaan. Siska dan Adek, dua perempuan lainnya, diduga sudah dibunuh satu tahun sebelumnya, dan ironisnya pelaku sempat berpura-pura ikut membantu keluarga mencari korban."

Menurut Mahdiyal, ini menjadi peringatan penting bagi institusi kepolisian untuk memperkuat kapasitas penyidik melalui pemahaman ilmu psikologi forensik. “Petugas di lapangan harus bisa membaca tanda-tanda manipulasi emosi, ekspresi non-verbal, dan pola-pola kebohongan. Ini bukan hal sepele, karena pelaku kejahatan berat seringkali sangat terlatih memanipulasi empati orang lain,” jelasnya.

Ia pun menghimbau kepada Kapolri, Kapolda, Kapolres, hingga Kapolsek agar menjadikan penguatan SDM penyidik dengan ilmu psikologi forensik sebagai prioritas nasional. “Kalau kita masih mengandalkan naluri atau intuisi semata, kita akan selalu tertinggal satu langkah dari pelaku yang cerdas dan penuh tipu daya,” imbuhnya.

Aspek Sosial: Jangan Normalisasi Kekejaman

Mahdiyal mengingatkan bahwa publik, media, dan bahkan aparat penegak hukum tidak boleh menormalisasi kekejaman seperti ini. Kasus Septia bukan hanya urusan hukum, tapi juga tanda tanya besar soal kondisi psikososial pelaku, lingkungan kerja yang permisif, dan lemahnya pengawasan keamanan di level lokal.

"Seorang perempuan muda dibunuh dan dipotong menjadi sepuluh bagian, di tempat kerja seseorang yang dikenal masyarakat sekitar. Itu bukan hanya tentang niat jahat, tapi juga tentang pembiaran, kelengahan, dan bahkan bisa jadi tentang konspirasi kecil di level komunitas," kata Mahdiyal.

Panggilan Terbuka untuk Masyarakat: Jangan Diam

Menyikapi imbauan pihak kepolisian agar masyarakat ikut melapor bila memiliki informasi, Mahdiyal sepenuhnya mendukung dan menambahkan bahwa perlindungan terhadap pelapor harus dijamin secara maksimal. Dalam KUHAP dan UU Perlindungan Saksi, kerahasiaan identitas pelapor wajib dijaga.

"Masyarakat harus diberdayakan secara hukum. Bila ada informasi penting, sampaikan. Bila ada yang takut, carikan jalur pelaporan yang aman. Jangan sampai kejahatan seperti ini menjadi preseden bahwa hukum hanya tajam ke bawah," pungkasnya.

Kasus ini bukan hanya soal pembunuhan, tapi tentang bagaimana hukum diuji dalam menghadapi kekejaman yang begitu telanjang. Apakah sistem kita bisa mengurai simpul-simpul gelap di balik tubuh yang terpotong, ataukah akan berhenti pada satu nama dan membiarkan bayang-bayang pelaku lain bersembunyi di balik asap pabrik bata?

"Jika keadilan gagal bicara, maka luka Septia akan menjadi luka semua perempuan di negeri ini."

(Mond/KMK)

Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.