Serasinews.com,Padang – Di sebuah rumah sederhana di kawasan Cendana Mata Air, Padang Selatan, hidup seorang seniman yang telah lebih dari dua dekade menorehkan jejak panjang dalam dunia seni rupa. Namanya Alberto, atau akrab disapa Al. Lahir pada 27 Oktober 1984, ia adalah sosok yang menjadikan seni bukan sekadar hobi atau profesi, melainkan napas kehidupan.
Sejak muda, Alberto telah membuktikan dirinya sebagai pribadi yang tidak bisa dilepaskan dari kanvas, warna, dan gagasan. Baginya, seni adalah ruang dialog, tempat ia berbicara dengan dunia tanpa harus banyak berkata. “Seni itu ruang bebas, bukan hanya untuk mengekspresikan diri, tapi juga berdialog dengan publik,” begitu ia kerap menyampaikan filosofi kreatifnya.
Dari SMK 4 Padang Menuju Dunia Seni
Bakat seni Alberto mulai terlihat sejak duduk di SMK 4 Padang awal tahun 2000-an. Saat teman-teman sebayanya sibuk mencari jati diri lewat berbagai aktivitas remaja, Alberto justru menyalurkan energi kreatifnya ke lomba-lomba seni rupa. Hasilnya tak main-main: hampir setiap lomba ia selalu masuk tiga besar.
Prestasi demi prestasi itu semakin memantapkan langkahnya untuk menekuni jalan seni. Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri Padang (UNP) pada jurusan Pendidikan Seni Rupa. Di kampus itulah ia semakin dalam menyelami dunia seni, berinteraksi dengan berbagai komunitas, hingga akhirnya mulai tampil dalam pameran-pameran seni rupa.
Namun, sejak 2018, Alberto tidak lagi diperbolehkan mengikuti lomba. Bukan karena kemampuan yang menurun, melainkan karena panitia lomba ingin memberi ruang bagi seniman-seniman muda. Alih-alih kecewa, ia justru melihat ini sebagai kesempatan untuk memperkuat eksistensinya lewat pameran dan kolaborasi seni.
Pameran: Jejak Panjang dari Lokal Hingga Nasional
Perjalanan panjang Alberto bisa ditelusuri dari rentetan pameran yang ia ikuti sejak awal 2000-an. Pertama kali, ia tampil dalam Pameran Bersama SMSR dan IKIP Padang di Gallery Taman Budaya Sumbar (2002). Setahun kemudian, ia bergabung dengan Komunitas Seni Belanak dalam pameran “Ketek” di GOR UNP Padang.
Langkahnya kian mantap pada tahun-tahun berikutnya. Ia ikut serta dalam Pameran GETAR di Putri Gallery Padang dan Visual Art Exhibition di Jambi (2005). Lalu, pada 2007 ia tampil dalam pameran “Pa.no.ra.ma” di Sighi Art Gallery Bukittinggi, yang dilanjutkan dengan “Manifesto” di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (2008) – sebuah pencapaian penting yang membawanya ke panggung seni rupa nasional.
Tidak berhenti di situ, ia terus aktif dalam berbagai pameran bergengsi:
Neo Minang – Genta Budaya Gallery Padang (2009)
Pra Sumatra Biennale – Gallery Taman Budaya Sumbar (2011)
Padang Contemporary Drawing – Kubik Art Space (2020)
Pameran Kaligrafi – Taman Budaya Sumbar (2022)
LIMIT – Gallery 89 Padang Pariaman (2024)
Indonesia Borderless – Gedung NasDem Jakarta (2024)
Buah Tangan – Taman Budaya Sumbar (2025)
Rentang lebih dari 20 tahun berkarya membuktikan konsistensi Alberto sebagai seniman yang tidak hanya hidup dari seni, tetapi juga menghidupkan seni itu sendiri di tengah masyarakat.
Dan puncaknya, pada Sabtu, 13 September 2025, Alberto berhasil meraih Juara 1 Lomba Mural Sumbar Creative Economy Festival yang digagas Bank Indonesia. Kemenangan itu seakan menjadi pengakuan baru atas kiprahnya setelah sekian lama lebih banyak dikenal lewat pameran.
Seni sebagai Identitas dan Jalan Hidup
Bagi Alberto, seni bukan sekadar permainan garis dan warna. Setiap karya yang lahir darinya adalah refleksi perjalanan batin, pencarian makna, sekaligus catatan dialog dengan kehidupan.
Ia tidak pernah membatasi dirinya dalam satu gaya tunggal. Kadang ia bereksperimen dengan ekspresi kontemporer, di lain waktu ia menggali kekayaan lokal Minangkabau, hingga menciptakan karya yang berlapis makna. Bagi Al, setiap pameran adalah “titik temu antara gagasan seniman dan interpretasi publik”.
Rumahnya di Jl. Kolam Indah No.52, Cendana Mata Air menjadi ruang kreatif yang tak pernah sepi. Dari sana lahir karya-karya yang kemudian melanglang buana ke berbagai galeri, pameran, dan ruang seni. Ia membuktikan bahwa seniman bukan hanya bekerja di studio, melainkan juga berinteraksi dengan komunitas, publik, dan zaman.
Konsistensi yang Menginspirasi
Kini, di usia 41 tahun, Alberto telah menjadi sosok yang disegani di kalangan seniman Sumatera Barat. Ia bukan hanya saksi tumbuhnya seni rupa di daerahnya, tetapi juga aktor penting yang menghidupkannya.
Konsistensinya dalam berkarya menjadi teladan bagi generasi muda: bahwa seni bukan sekadar hobi yang sesekali dilakukan, melainkan panggilan hidup yang harus dijalani dengan ketekunan, keberanian, dan ketulusan.
Dalam dirinya, seni tidak pernah berhenti bergerak. Seperti napas yang terus berulang, karya-karyanya akan selalu menjadi penanda bahwa ada seorang seniman dari Padang yang menorehkan jejak panjang dalam peta seni rupa Indonesia: Alberto.
📌 Profil Singkat
Nama: Alberto
Lahir: Padang, 27 Oktober 1984
Alamat: Jl. Kolam Indah No.52, Cendana Mata Air, Padang Selatan – Sumbar
Pendidikan: S1 Pendidikan Seni Rupa, Universitas Negeri Padang
Pekerjaan: Seniman
Kontak: 0813-6330-0099 / 0877-7362-4212 – Email: awdobi43@gmail.com
Serasinews.com,Padang, — Pada Sabtu (13/9/2025) menjelang sore, langit Balai Gadang di Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, tampak cerah meski menyimpan hawa lembab khas daerah pesisir. Di sebuah rumah sederhana, suasana berbeda menyelimuti: hangat sekaligus haru. Kediaman wartawan Ridwan Syafriandi,, dipenuhi tamu istimewa rombongan Ikatan Kekeluargaan Wartawan Republik Indonesia (IKW RI) yang datang bukan sekadar membawa kata-kata, melainkan menghadirkan energi solidaritas yang tulus.
Rombongan dipimpin langsung oleh Ketua IKW RI, Davit Effendi, didampingi Sekretaris Marzuki Rahman Htb, serta sejumlah pengurus dan anggota. Mereka melangkah dengan senyum, menyapa keluarga, dan kemudian duduk bersama di ruang tamu yang sederhana. Tidak ada formalitas berlebihan; justru kesahajaan yang menonjol. Sapaan hangat, pelukan erat, dan doa yang dipanjatkan bersama menghadirkan nuansa yang sulit digambarkan dengan kata-kata: rasa kebersamaan yang murni.
Bagi Ridwan, yang kini tengah berjuang memulihkan kesehatan, kehadiran rekan-rekan sejawat itu lebih dari sekadar kunjungan. Saat ia menyambut dengan senyum tulus, meski wajahnya masih tampak lemah, terlihat jelas bahwa perhatian itu menyuntikkan semangat baru dalam dirinya.
“Wartawan Itu Satu Tubuh”
Dalam kesempatan itu, Davit Effendi menyampaikan pesan yang menyentuh hati. Ia menegaskan bahwa jurnalis bukan hanya kumpulan individu yang bekerja untuk mencari berita, melainkan juga sebuah keluarga besar yang saling menopang.
“Kami datang bukan hanya untuk menjenguk, tapi juga untuk memberikan semangat, dukungan moral, dan doa agar saudara kita Ridwan Syafriandi segera pulih. Wartawan itu ibarat satu tubuh: ketika satu bagian sakit, kita semua ikut merasakan,” ujar Davit penuh empati.
Ucapannya disambut anggukan setuju dari para anggota yang hadir. Mereka sadar, profesi wartawan kerap dipandang keras dari luar: kejar deadline, bergelut dengan fakta di lapangan, dan kadang mengorbankan kesehatan demi sebuah berita. Namun di balik semua itu, wartawan tetap manusia biasa dengan hati yang membutuhkan kehangatan, dan tubuh yang bisa lelah.
Momen Penuh Makna di Ruang Sederhana
Ruang tamu tempat pertemuan itu berlangsung tidak megah, tetapi justru di situlah kesan mendalam terasa. Obrolan ringan tentang kenangan lama membuat suasana cair. Tawa kecil terdengar sesekali, namun tak jarang juga diselingi haru saat ada yang menyampaikan pesan penguatan untuk Ridwan.
Di tengah obrolan, doa bersama dipanjatkan, dipimpin oleh salah seorang anggota IKW. Tangis tertahan dari keluarga yang mendampingi seolah menegaskan: perhatian kolegial ini bukan hanya meringankan beban Ridwan, tetapi juga menghadirkan kekuatan baru bagi orang-orang terdekatnya yang ikut merawatnya.
Ridwan sendiri, dengan suara bergetar, menyampaikan rasa terima kasihnya.
“Saya sangat berterima kasih kepada Ketua IKW, para pengurus, dan seluruh kawan-kawan wartawan yang sudah meluangkan waktu datang ke rumah saya. Kehadiran kalian adalah kekuatan tersendiri. Doa dan perhatian ini sangat berarti bagi saya dan keluarga. Semoga Allah membalas semua kebaikan ini,” ucapnya, membuat suasana hening sejenak.
Solidaritas yang Melebihi Etikete
Jika dilihat sepintas, kunjungan ini tampak sederhana: hanya beberapa orang menjenguk seorang sahabat yang sakit. Namun bagi komunitas pers, momen seperti ini menyimpan makna lebih dalam. Ia menjadi simbol bahwa wartawan, di balik identitas profesionalnya, tetaplah manusia yang saling membutuhkan dukungan.
Davit Effendi kembali menegaskan pesan kebersamaan:
“Kebersamaan seperti ini adalah energi yang membuat kita semakin kuat. Wartawan harus saling menjaga, karena di balik profesi yang keras, kita tetap manusia biasa yang membutuhkan dukungan dan kasih sayang.”
Pesan ini menggema lebih jauh dari ruang tamu kecil itu. Ia seperti mengingatkan seluruh komunitas pers bahwa jurnalisme bukan hanya tentang headline atau breaking news, melainkan juga tentang bagaimana komunitasnya saling merawat ketika ada yang tertatih.
Lensa Lebih Luas: Mengapa Solidaritas Wartawan Penting?
Kunjungan ini membuka percakapan lebih besar: tentang nasib para pekerja media yang kerap bekerja tanpa jaminan sosial memadai. Terutama bagi wartawan lepas atau mereka yang telah memasuki usia lanjut, kondisi sakit bisa menjadi beban berat, bukan hanya secara fisik tetapi juga finansial.
Dalam konteks itu, organisasi profesi seperti IKW RI hadir bukan hanya sebagai wadah formal, tetapi juga sebagai rumah kedua. Sebuah tempat di mana para wartawan bisa merasa aman, dihargai, dan dirawat ketika kondisi sulit menimpa. Solidaritas yang ditunjukkan pada Ridwan adalah contoh nyata bahwa nilai kekeluargaan masih hidup di tengah dunia pers yang sering dipersepsikan keras dan dingin.
Harapan yang Menguatkan
Pertemuan hari itu akhirnya ditutup dengan doa penuh harap. Meski kondisi kesehatan Ridwan masih membutuhkan waktu untuk pulih, semangat yang ia terima dari kolega-koleganya jelas menjadi obat tersendiri. Bagi mereka yang hadir, peristiwa sederhana ini meninggalkan pesan besar: kekuatan jurnalisme sejati tidak hanya diukur dari berita yang ditulis, tetapi juga dari bagaimana komunitasnya saling menjaga.
Saat rombongan IKW RI meninggalkan rumah, aura kehangatan dan harapan masih terasa kental. Ada optimisme yang menyelinap, baik bagi Ridwan maupun bagi seluruh wartawan yang hadir. Solidaritas semacam ini diharapkan menjadi inspirasi bagi komunitas pers di berbagai daerah: bahwa di tengah kerasnya profesi, nilai kekeluargaan dan kepedulian harus tetap terjaga.
Kunjungan IKW RI ke rumah Ridwan Syafriandi bukan sekadar catatan kecil dalam agenda organisasi, melainkan cermin nyata bahwa jurnalisme sejati hidup dari solidaritas. Di ruang sederhana di Balai Gadang itu, wartawan membuktikan bahwa di balik pena dan kamera, ada hati yang saling menguatkan.
(***)
Serasinews.com,Padang, Sabtu (13/9/2025) — Pada Sabtu (13/9/2025) siang, suasana hangat sekaligus haru menyelimuti kediaman wartawan senior Micke Putra ketika rombongan Ikatan Kekeluargaan Wartawan Republik Indonesia (IKW RI) datang menjenguk. Kehadiran Ketua IKW RI, Davit Effendi, Sekretaris Marzuki Rahman Htb, bersama sejumlah pengurus dan anggota, bukan sekadar kunjungan formal melainkan sebuah pernyataan nyata bahwa di balik profesionalisme, wartawan juga sebuah keluarga.
Kunjungan singkat itu berlangsung dalam tempo penuh empati: sapaan hangat, pelukan sesama rekan, sampai doa bersama yang menutup pertemuan. Meski kondisi Micke masih lemah, raut wajahnya ketika menyambut sahabat-sahabat seprofesi memperlihatkan betapa besar arti perhatian itu bagi semangat pemulihannya.
“Kami datang bukan hanya untuk menjenguk, tapi juga untuk memberikan semangat, dukungan moral, dan doa agar saudara kita Micke Putra segera pulih. Wartawan itu ibarat satu tubuh, ketika satu bagian sakit, kita semua ikut merasakan,” kata Davit Effendi, Ketua IKW RI.
Di balik kunjungan: lebih dari sekadar etikete
Kunjungan itu tampak sederhana: beberapa orang berdiskusi di ruang tetangga, berbagi tawa kecil kenangan lama, menahan haru ketika menyampaikan pesan-pesan semangat. Namun di balik kesederhanaan itulah tersimpan makna besar. Bagi banyak wartawan, pekerjaan adalah panggilan yang menuntut dedikasi tinggi — jam kerja panjang, tekanan berita, dan kadang mengorbankan kesehatan demi tugas. Dalam situasi seperti itulah jaringan solidaritas profesional menjadi penopang penting.
Davit menegaskan bahwa rasa kebersamaan dan saling merangkul menjadi energi untuk bisa terus bertahan menjalankan profesi yang kerap penuh tantangan. “Kebersamaan seperti ini adalah energi yang akan membuat kita semakin kuat. Wartawan harus saling menjaga, karena di balik profesi yang keras, kita tetap manusia biasa yang membutuhkan dukungan dan kasih sayang,” tambahnya.
Reaksi Micke dan keluarganya: ucapan terima kasih yang tulus
Micke, meski masih tampak lemah, menyambut kedatangan rekan-rekannya dengan senyum yang tulus. Suaranya yang bergetar saat menyampaikan rasa terima kasih menembus hening, memperlihatkan betapa bantuan moral semacam ini memberi arti lebih besar daripada sekadar kunjungan singkat.
“Saya sangat berterima kasih kepada Ketua IKW, para pengurus, dan seluruh kawan-kawan wartawan yang sudah meluangkan waktu datang ke rumah saya. Kehadiran kalian adalah kekuatan tersendiri. Doa dan perhatian ini sangat berarti bagi saya dan keluarga, semoga Allah membalas semua kebaikan ini,” ujar Micke.
Keluarga yang menemani juga tampak terhibur; hadirin berbagi doa bersama yang ditutup oleh salah seorang anggota IKW. Momen itu menjadi pengingat bahwa perhatian kolegial tidak hanya menguatkan sang wartawan, tetapi juga meringankan beban keluarga yang merawatnya.
Mengapa solidaritas penting bagi komunitas pers
Kasus seperti yang dialami Micke bukan hanya soal satu orang; ia membuka percakapan lebih luas tentang pentingnya jejaring sosial di kalangan jurnalis. Sistem jaminan sosial bagi pekerja media di Indonesia seringkali belum memadai terutama untuk wartawan lepas atau mereka yang sudah memasuki usia lanjut. Dalam konteks itu, organisasi profesi seperti IKW RI berperan ganda: sebagai wadah profesional sekaligus sebagai ruang kekeluargaan yang menampung dan merawat anggotanya.
Kunjungan ini juga menegaskan nilai-nilai profesi yang ideal: saling menjaga martabat, menjaga kesejahteraan sesama, dan memastikan bahwa di tengah gempuran tugas, manusia di balik berita tidak terabaikan.
Catatan akhir: harapan dan pesan bersama
Kunjungan IKW RI ke rumah Micke Putra berakhir dengan doa dan pesan optimis. Meski cobaan kesehatan menghadang, dukungan moral dari kolega-kolega seprofesi memberi suntikan energi baru. Bagi banyak pihak, peristiwa sederhana ini adalah pengingat kuat bahwa kekuatan jurnalisme tidak hanya diukur dari headline, tetapi juga dari cara komunitasnya saling menjaga ketika salah satu anggota tertatih.
Di akhir kunjungan, aura kehangatan dan harapan tampak memenuhi ruang sebuah pertanda bahwa solidaritas sejati masih bernafas dalam dunia pers. Semoga dukungan yang mengalir menjadi bagian dari proses pemulihan Micke, dan menjadi inspirasi bagi komunitas wartawan lain untuk terus menjaga nilai-nilai kekeluargaan di tengah kerasnya profesi ini.
(***)
Kepala BNNP Sumbar, Brigjen Pol Riki Yanuarfi, mengungkapkan kasus pertama berawal dari laporan masyarakat terkait dugaan masuknya ganja dari Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara. Informasi itu menyebutkan ganja akan diselundupkan menuju Kabupaten Tanahdatar, tepatnya Batusangkar.
“Menindaklanjuti laporan masyarakat, tim segera bergerak melakukan penyelidikan di daerah Rao, Kabupaten Pasaman. Pada Senin malam, 8 September 2025, tim mengidentifikasi sebuah mobil Toyota Avanza bernomor polisi B 1493 KMG yang mencurigakan,” ujar Brigjen Riki, Jumat (12/9).
Tim BNNP melakukan pembuntutan sepanjang malam. Hingga akhirnya, pada Selasa dini hari, 9 September 2025, mobil tersebut berhasil dihentikan di Jalan Raya Bukittinggi–Medan, Kabupaten Agam.
Hasil penggeledahan mengungkap fakta mengejutkan. Di dalam mobil yang dikendarai tiga pria berinisial W, T, dan R, petugas menemukan dua karung besar. Setelah dibuka, isinya adalah 50 paket ganja kering, dibungkus rapi siap edar.
Menurut Brigjen Riki, salah satu pelaku mengaku ganja itu dijemput dari daerah Penyabungan dan akan diantarkan ke Batusangkar atas perintah seorang perempuan berinisial RJ alias Kakak.
“RJ inilah otak dari jaringan ini. Para pelaku dijanjikan upah jutaan rupiah untuk mengantarkan barang haram tersebut,” tegas Riki.
Tak ingin kehilangan jejak, tim BNNP bergerak cepat. Perempuan yang disebut sebagai pengendali jaringan berhasil diamankan di wilayah Payakumbuh, melengkapi rantai sindikat peredaran ganja lintas provinsi ini.
Belum usai dengan penangkapan ganja, BNNP Sumbar kembali menorehkan capaian besar. Hanya dua hari berselang, tepatnya Kamis malam (11/9), petugas membongkar pengiriman sabu dalam jumlah besar di Jalan Raya Indarung Kelok Tempe, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang.
Kasus ini juga berawal dari laporan masyarakat tentang dugaan pengiriman sabu melalui jalur darat. Tim BNNP kemudian melakukan pengintaian terhadap sebuah truk towing yang mengangkut mobil Toyota Avanza hitam.
Saat diberhentikan, tiga pria di dalam Avanza langsung diamankan. Petugas kemudian melakukan penggeledahan. Di bagasi mobil, mereka menemukan sebuah tas plastik Alfamart berwarna kuning. Dari luar tampak biasa, namun saat dibuka, isinya membuat petugas terperangah: delapan paket besar sabu dibungkus plastik hitam dan emas beraksara Cina. Bahkan, salah satu paket sudah dalam kondisi terbuka.
“Ketiga pelaku, salah satunya berinisial DP, mengakui bahwa barang tersebut adalah sabu. Mereka berikut barang bukti langsung dibawa ke Kantor BNNP Sumbar untuk pemeriksaan lebih lanjut,” jelas Brigjen Riki.
Dua pengungkapan besar hanya dalam waktu hitungan hari ini menunjukkan bagaimana Sumatra Barat menjadi target empuk jaringan narkoba lintas provinsi. Jalur darat Sumut–Sumbar kerap dimanfaatkan sindikat sebagai jalur distribusi, dengan memanfaatkan kendaraan pribadi hingga modus towing mobil.
Brigjen Riki menegaskan, keberhasilan ini bukan hanya soal operasi tangkap tangan, melainkan bukti keseriusan BNN dalam menjaga generasi muda Minangkabau dari ancaman narkoba.
“BNNP Sumbar tidak akan memberi ruang bagi peredaran gelap narkotika. Kami akan terus bekerja sama dengan masyarakat, aparat hukum, dan semua pihak terkait untuk mewujudkan **Sumatra Barat Bersih Narkoba (Bersinar),” tegasnya.
Dengan total tujuh pelaku yang kini diamankan serta barang bukti puluhan kilogram ganja dan paket sabu bernilai miliaran rupiah, BNNP Sumbar menunjukkan bahwa perlawanan terhadap narkoba adalah perang panjang yang harus didukung semua elemen masyarakat.
(Rini/mond)
#BNNPSumbar #Narkoba #Sabu
Serasinews.com,Padang – Ikatan Kekeluargaan Wartawan (IKW) Republik Indonesia kembali menunjukkan kepeduliannya terhadap sesama anggota. Kali ini, organisasi yang menaungi para insan pers tersebut melakukan kunjungan sosial ke rumah orang tua Osmond, salah seorang anggota aktif IKW RI, yang sudah sepekan terakhir terbaring sakit.
Rombongan pengurus IKW RI yang dipimpin langsung oleh Ketua Umum, Davit Effendi, Sekretaris Umum *Marzuki Rahman Htb* bersama jajaran pengurus, termasuk Bendahara IKW RI Cimrawati, menyambangi kediaman keluarga Osmond dengan penuh kehangatan dan rasa kekeluargaan.
Dalam kunjungan itu, Cimrawati menyerahkan santunan sosial sebagai bentuk dukungan moral dan kepedulian organisasi kepada keluarga anggota yang tengah diuji oleh sakit. Santunan tersebut bukan hanya berupa bantuan materi, tetapi juga sebagai wujud solidaritas nyata, mengingat IKW RI selama ini memiliki program khusus di bidang sosial yang berfokus pada kebersamaan dan kepedulian.
“Program ini kami jalankan agar setiap anggota IKW merasakan bahwa kita adalah keluarga besar. Ketika salah seorang anggota atau keluarganya sedang menghadapi cobaan, maka kita hadir untuk memberikan dukungan, baik moril maupun materil. Inilah esensi dari nama organisasi kita: kekeluargaan,” ujar Davit Effendi dengan nada penuh empati.
Dalam kesempatan itu, Davit juga menyampaikan doa agar orang tua Osmond segera diberikan kesembuhan. “Kami semua mendoakan semoga beliau lekas pulih, diberi kekuatan, dan keluarga yang mendampingi juga diberikan kesabaran. Sakit adalah ujian, dan doa tulus dari banyak orang insyaAllah menjadi kekuatan tersendiri,” tambahnya.
Lebih jauh, Davit menegaskan bahwa kegiatan sosial seperti ini merupakan salah satu komitmen utama IKW RI dalam membangun ikatan emosional antaranggota. Ia menekankan, wartawan bukan hanya sekadar profesi yang mengabarkan informasi, tetapi juga manusia yang membutuhkan ruang kebersamaan, kepedulian, dan solidaritas.
“Wartawan sehari-hari memang berhadapan dengan dinamika informasi dan berbagai peristiwa. Tapi jangan lupa, kita juga manusia biasa yang membutuhkan dukungan dan perhatian. IKW RI berusaha menghadirkan wajah humanis organisasi dengan program-program sosial seperti ini. Karena kami percaya, wartawan yang kuat adalah wartawan yang merasa tidak sendirian,” tegas Davit Effendi.
Suasana kunjungan terasa hangat dan penuh keakraban. Selain memberikan santunan, rombongan pengurus IKW RI juga menyempatkan diri berbincang dengan keluarga Osmond, memberi semangat, dan meyakinkan bahwa IKW akan terus hadir untuk mendukung anggotanya dalam suka maupun duka.
Kunjungan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa organisasi profesi wartawan tidak hanya berperan dalam mengawal informasi publik, tetapi juga sebagai wadah kebersamaan yang mampu menumbuhkan solidaritas dan kepedulian sosial.
Osmond mewakili keluarga mengucapkan terimakasih atas kunjungan pengurus IKW RI yang menyempatkan hadir melihat orang tuanya yang sedang terbaring sakit.
(***)
Ucapan terima kasih itu disampaikan langsung oleh Ketua PWI Sumbar, Widya Navies, saat melakukan silaturahmi dengan Direktur Lalu Lintas Polda Sumbar, Kombes Pol H. M. Reza Chairul Akbar Sidiq, di Padang, Jumat (12/9/2025).
Dalam pertemuan yang berlangsung penuh keakraban tersebut, Widya menegaskan bahwa kehadiran dan dukungan Ditlantas Polda Sumbar memiliki arti penting bagi keberlangsungan sejumlah agenda besar PWI. Salah satunya adalah saat pelaksanaan Pekan Olahraga Wartawan Provinsi (Porwaprov) Sumbar yang digelar di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota beberapa waktu lalu.
“Ditlantas Polda Sumbar selalu hadir ketika PWI membutuhkan dukungan, baik dalam aspek pengamanan, pengaturan lalu lintas, maupun dukungan moral. Bagi kami, ini menjadi bentuk nyata dari sinergi yang terjalin baik antara kepolisian dan kalangan pers,” ungkap Widya.
Menurutnya, keberadaan aparat lalu lintas di sejumlah agenda besar tidak hanya memberikan rasa aman, tetapi juga memperlihatkan kepedulian aparat kepolisian terhadap kegiatan jurnalistik dan kebersamaan insan pers.
Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Sekretaris PWI Sumbar, Firdaus Abie, anggota Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI Sumbar, Edi Jarot, serta beberapa pengurus lainnya. Kehadiran jajaran PWI menandai kuatnya niat untuk terus menjaga hubungan baik dengan pihak kepolisian, khususnya Ditlantas Polda Sumbar.
Widya menekankan bahwa kemitraan ini bukan hanya sekadar seremonial atau formalitas belaka. Lebih dari itu, hubungan yang dibangun antara wartawan dan kepolisian membawa manfaat nyata bagi kedua belah pihak.
“Pers dan polisi memiliki peran strategis masing-masing. Pers menyampaikan informasi kepada masyarakat secara luas, sementara polisi menjaga ketertiban dan keamanan. Jika dua peran ini berjalan beriringan, tentu akan memberi dampak positif yang lebih besar bagi masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, Kombes Pol Reza Chairul Akbar Sidiq menyambut hangat kunjungan silaturahmi dari PWI Sumbar. Ia menilai bahwa insan pers merupakan mitra strategis kepolisian, khususnya dalam menyebarkan informasi yang benar, akurat, dan mendidik masyarakat.
“Kolaborasi dengan wartawan sangat penting. Banyak program kepolisian, terutama yang berkaitan dengan keselamatan berlalu lintas, bisa sampai kepada masyarakat melalui pemberitaan media. Karena itu, kami sangat terbuka untuk terus memperkuat kerja sama dengan PWI Sumbar,” ujar Reza.
Ia menambahkan, ke depan Ditlantas Polda Sumbar berkomitmen untuk semakin meningkatkan kolaborasi dengan wartawan. Hal ini tidak hanya dalam konteks mendukung kegiatan organisasi, tetapi juga dalam kampanye keselamatan berlalu lintas yang menjadi prioritas Ditlantas.
Pertemuan tersebut akhirnya melahirkan harapan baru, bahwa sinergi antara PWI Sumbar dan Ditlantas Polda Sumbar akan semakin kokoh ke depannya. Kolaborasi yang dibangun tidak hanya sebatas dukungan teknis, tetapi juga mencakup kerja sama dalam penyebaran informasi edukatif kepada masyarakat luas.
“Bagi PWI, dukungan Ditlantas bukan hanya soal membantu kelancaran acara, tetapi juga menunjukkan bahwa polisi peduli terhadap keberadaan dan peran wartawan. Ini adalah sinyal positif yang harus kita rawat bersama,” tutup Widya Navies.
(Rini/mond)